Senin, 30 Mei 2011

Artikel Konsumen





Written by FG Winarno   
Wednesday, 26 August 2009 16:52
DI Indonesia, produk pangan organik tidak sepopuler di negara maju, seperti Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Negara itu, khususnya delapan negara Uni Eropa, telah melakukan studi yang berhasil menyajikan data informasi kualitatif terhadap sifat dan motivasi konsumen Eropa secara umum. Hasilnya amat besar variasinya. Berdasarkan data-data dan sifat motivasi itu, perlu disusun suatu strategi pemasaran yang tepat dan tampaknya memerlukan pendekatan berbeda-beda.

Motivasi

Motivasi yang mendorong meningkatnya konsumsi produk pangan organik bergantung beberapa faktor. Faktor utama bagi konsumen dalam mengambil keputusan membeli produk pangan organik adalah alasan kesehatan.

Terjadinya perubahan konsumen berpaling ke pangan organik sering dipengaruhi terjadinya musibah dalam kehidupan keluarga konsumen, misalnya habis terserang penyakit berat, usia lanjut, gangguan kesehatan, dan kelahiran anak.

Keluarga yang senang memasak dengan menyiapkan bahan mentah sendiri umumnya cocok dan pas dengan tren mengenai produk pangan organik. Mereka berpendapat, produk-produk organik lebih segar, rasanya enak, bagus teksturnya, dan memiliki sifat-sifat spesifik yang dapat memberikan kepuasan serta kenikmatan kepada konsumen.

Sebagian besar masyarakat Eropa memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Faktor itu menjadi motivasi kuat mengapa mereka lebih suka memilih dan membeli produk organik. Akan tetapi, faktor itu tidak akan sekuat nilai tambah kesehatan dan kenikmatan yang diperoleh dari produk pangan organik.

Faktor kepercayaan (trust) dapat dimasukkan sebagai salah satu jenis motivasi. Sayang, hal itu sekaligus merupakan hambatan bagi konsumen untuk membeli produk organik. Kepercayaan dapat dipandang sebagai faktor motivasi.

Informasi yang transparan, standar jelas, dan kepastian diterapkannya kontrol ketat dipandang konsumen sebagai isu penting. Bagi konsumen reguler, kualitas premium yang dimiliki pangan organik merupakan faktor motivasi utama. Umumnya mereka berpendapat, semakin rasanya lebih baik, berarti produknya lebih bergizi (kandungan mineral dan vitamin dan sebagainya) serta memiliki daya simpan lebih tinggi.


Hambatan

Sebagian besar yang menjadi penghambat untuk membeli produk pangan organik adalah harga. Masalah tingginya harga dirasakan konsumen di negara di Eropa.

Konsumen yang tergolong jarang atau bahkan tak pernah membeli produk pangan organik menganggap pertanian organik secara sosial merupakan hal penting dan dikehendaki, tetapi mereka tidak melihat adanya keuntungan pribadi karena produknya sendiri dipandang amat mahal.

Suatu tuntutan kuat bagi penampilan yang indah produk organik juga dapat menjadi penghambat. Umumnya, persepsi tentang buah-buahan dan sayuran organik memiliki penampilan yang tampak kusam, keriput, memiliki beberapa noda, serta pucat warnanya. Singkatnya, sayuran dan buah-buahan seperti itu biasanya tidak memiliki penampilan yang menarik. Hal itu sering dikaitkan persepsi, produk organik tidak sesegar produk-produk konvensional. Mereka berpendapat, apabila mendapatkan mutu penampilan yang indah sekali, konsumen curiga dan tidak percaya (too good to be true) bahwa buah-buahan dan sayuran itu diproduksi secara organik.

Kepercayaan

Saat ditanya mengapa mereka tidak membeli produk pangan organik, mereka mengatakan "menyangsikan label organik yang melekat pada produk itu", di mana mereka tidak memiliki kepercayaan (trust) dan menganggap telah terjadi penipuan, "petaninya menipu" atau "pedagang menipu".

Banyak di antara petani organik dianggap telah meninggalkan idealisme aslinya dan berubah memfokuskan berorientasi pada uang dan keuntungan materi, sampai-sampai mau melakukan pemalsuan label. Sesungguhnya pertanian organik berkembang dan berakar dari idealisme agar terjadi keseimbangan lingkungan akibat penggunaan kimia serendah mungkin. Semuanya dilakukan dengan penuh kejujuran.

Di suatu daerah atau supermarket, di mana ketersediaan produk pangannya tidak teratur, artinya display-nya sering kosong, menambah alasan kuat untuk tidak berkeinginan membeli produk pangan organik.

Dikarenakan alasan itu, demi pengembangan produk pangan organik di masa depan, dipandang perlu dilakukan berbagai usaha kolaborasi lembaga penelitian di seluruh Eropa untuk dapat meneliti dan memberi jawaban nyata mengenai benarkah pangan organik lebih sehat, lebih enak, dan lebih bergizi?

Benarkah lebih sehat?

Sebagian besar konsumen mengharapkan pangan organik yang mereka konsumsi lebih enak rasanya, lebih aman dan sehat, serta lebih bergizi. Meski telah banyak hasil penemuan baru yang menyatakan pangan memiliki kualitas yang memberi efek positif terhadap kesehatan masyarakat, mereka masih belum yakin benar bahwa produk-produk itu lebih baik, lebih aman, dan lebih bergizi. Karena itu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan di bidang itu.

Di Belanda ada suatu lembaga penelitian yang dikenal sebagai The Louis Bolk Instituut. Ini merupakan salah satu lembaga penelitian pertama dengan fokus menggabungkan topik penelitian mutu pangan organik, perannya dalam gizi, dan aspek kesehatannya. Di Indonesia masih relatif kecil perhatian masyarakat terhadap pangan organik, bank komersial, juga rendah perhatiannya terhadap pangan organik. Sebaliknya, banyak bank komersial di Eropa tertarik pada pengembangan jenis pangan organik itu. Mereka mau mensponsori dan membiayai penelitian dan pengembangan pertanian dan pangan organik, contohnya Dutch Triodos Bank serta perusahaan dagang Eosta.

Pada Januari 2003 berdiri FQH, yaitu International Research Association for Organic Food Quality and Health. FQH merupakan suatu himpunan dari berbagai pusat penelitian terkemuka di Eropa, di antaranya German University of Kassel, FiBL-Switzerland, dan The Biodynamic Research Association of Denmark (BRAD). Mereka merupakan pendiri FQH. Enam lembaga penelitian lain ikut bergabung menjadi anggota.

Di FQH, penekanan khusus diberikan terhadap pengembangan dan evaluasi cara-cara baru (novel method) serta desain penelitian baru yang mampu membantu mengevaluasi bukan saja pada mutu pangan, melainkan juga interaksinya dengan kesehatan manusia dan well-being.

Masih ada pertanyaan

Mereka yang tertarik akan hasil-hasil penelitian atau berbagai review mengenai pangan organik, khususnya terhadap perbedaan antara pangan organik dan pangan non-organik, dapat mengakses situs web mereka dengan mudah.

Kumpulan review yang berisi hasil penelitian yang pernah dilakukan di Jerman (2003), Inggris (2001), Denmark (2001), Swiss (1999), Belanda (1998), dan Perancis (2003) tersedia dalam situs web FQH, www.organicfqhresearch.org.

Banyak di antara konsumen, produsen, dan pedagang serta prosesor pangan organik selalu berdiskusi dan bertanya dalam hati ataupun secara terbuka tentang beberapa hal berikut.

Benarkah konsumsi produk pangan organik dapat memperbaiki kesehatan?

Apakah metode pertanian yang telah dilakukan sudah tepat dan memiliki peran penting terhadap mutu gizi pangan yang dihasilkan?

Apakah produk pangan organik atau biodinamik memiliki perbedaan dan ciri khas jelas yang dapat dikelompokkan dalam sifat-sifat positif yang spesial?

Apakah pengolahan pangan organik dapat menurunkan reaksi alergenik?

Apakah yang dapat kita tonjolkan sebagai karakteristik autentisitas dalam penggolongan pangan organik?

FG Winarno Guru Besar Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor
sumber : kompas.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar